Jumat, 17 Juni 2011

PENANGANAN SAMPAH DI UPTD TPSA KARANG REJO



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sampah sebaiknya dibuang di TPA (Tempat Pembuangan Ahir) untuk dikelola lebih lanjut. Untuk sampai ke TPA tentunya perlu mekanisme penanganan yang terpadu. Bermula dari sampah yang dikumpulkan di rumah kemudian di buang di TPS ( Tempat Pengumpulan Sementara) yang selanjutnya di angkut ke TPA untuk dikelola lebih lanjut. Bagi pemukiman yang dapat dijangkau pelayanan Dinas Kebersihan setempat tidak menjadi masalah yang berarti, cukup membayar retribusi sampah dan kumpulkan sampah di TPS, maka sampah akan sampai di TPA  untuk dikelola lebih lanjut.
Bagi pemukiman yang belum dapat dijangkau oleh pelayanan Dinas Kebersihan, sebaiknya agar pemukiman terhindar dari hal hal yang tak diharapkan akibat dampak sampah, maka sudah saatnya memiliki layanan pembuangan sampah sendiri. Hal ini tentunya dapat diusulkan ke Pemerintahan Desa/Kelurahan. Yang penting adanya potensi yang mendukung untuk lancarnya pengelolaan sampah yang baik memenuhi syarat kesehatan.  Dimulai dengan skala kecil, misalnya  melayani hanya beberapa wilayah RT atau RW yang penting ada komitmen antara warga dan Pemerintahan setempa
B. Rumusan Masalah
1. Sampah dapat berperan sabagai wadah penyebaran  vektor penyakit.
2. Pada suatu ketika sampah dapat menimbulkan pencemaran udara
3. Dalam kurun waktu tertentu sampah dapat menimbulkan pencemaran pada air dan
    tanah
4. Dalam kurun waktu tertentu sampah dapat menimbulkan gangguan estetika
5. Pada akhirnya sampah menimbulkan gangguan sosial.

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemerintah Kota Metro melakukan pengelolaan sampah yang dipusatkan di UPTD TPSA ( Unit Pelaksana Teknis Daerah Tempat Pembuangan Sampah Akhir ) 23 Karangrejo Metro Utara.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini mempunyai manfaat bagi Mahasiswa dan juga untuk pengelola UPTD TPSA.
a.      Bagi Mahasiswa :
1.      Mahasiswa dapat mengetahui gambaran yang lebih jelas tantang sampah dan pengelolaanya sehingga mahasiswa akan lebih mawasdiri kaitannya dengan sampah.
2.      Mahasiswa dapat lebih berhati-hati dalam bertindak terhadap sampah karena telah menyaksikan pegelolaan sampah yang begitu panjang.
b.      Bagi Pemerintah
Dalam hal ini pemerintah yang dimaksud adalah Unit Pelaksana Teknis Daerah Tempat Pembuangan Sampah Akhir, dengan adanya penelitian ini UPTD TPSA dapat berintrospeksi diri dalam pengelolaan sampah, selain itu dengan adanya penelitian ini dapat digunakan sebagai momen untuk berkaca apakah pengelolaan sampah yang dilakukan sudah sesuai dengan prosedur pengelolaan sampah standar kesehatan.






BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. SAMPAH
1.1              Definisi Sampah
Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembikinan atau pemakaian barang rusak atau bercacat dalam pembikinan manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau buangan”. (Kamus Istilah Lingkungan, 1994). “Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis.” (Istilah Lingkungan untuk Manajemen, Ecolink, 1996). “Sampah adalah sesuatu yang tidak berguna lagi, dibuang oleh pemiliknya atau pemakai semula”.
1.2 Jenis Sampah
         Berdasarkan asalnya, sampah padat dapat digolongkan sebagai :
1. Sampah Organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik. Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah, dan daun.

2. Sampah Anorganik Sampah Anorganik berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol, botol plastik, tas plastik, dan kaleng.
1.3 Penanganan Sampah
Masalah sampah di hampir semua kota di Indonesia makin terbuka ke permukaan. Lembaga NGO Posko Hijau ( dulu pernah melakukan Gerakan Darurat Penanganan Sampah Kota ) yang didirikan oleh Askindo Jawa Barat, Forum RW Kota Bandung, HKTI Kota Bandung, Asosiasi Produsen Pupuk Kecil Menengah Indonesia ( APPKMI )dan Asosiasi UPPKS (AKU) Jawa Barat - bertujuan untuk ikut memberi sumbangan pemikiran dan berbagi pengalaman bagi perobahan paradigma dalam pengolahan sampah.

Sampah harus dibuat ukuran kecil-kecil ( sekitar 10-15 mm) dengan cara dirajang atau di choper. Masukan ke dalam wadah pencampuran seperti container atau tembok persegi empat atau langsung kedalam Komposter ( Rotary Kiln) . Di tempat lain, siapkan larutan mikroba Green Phoskko® ( bakteri aktinomycetes- spesies aktinomyces naeslundii, Lactobacillus spesies delbrueckii, Bacillus Brevis, Saccharomyces Cerevisiae, ragi, dan jamur serta Cellulolytic Bacillus Sp) sebanyak 1 kg, molases atau gula pasir sekitar 9 sendok makan dan larutkan dalam air sebanyak 50-100 liter. Aduk hingga merata dan simpan 2-4 jam. Setelah diperkirakan terlarut, siramkan larutan Green Phoskko® Activator keatas tumpukan sampah organik dalam komposter. Kemudian campurkan penggembur ( bulking agent) Green Phoskko® sebanyak 30 kg dan aduk hingga merata dengan cara mengayuh rotary yang tersedia.

Setelah 1 - 2 hari kemudian akan terjadi reaksi panas, jika diukur dengan menggunakan thermometer, suhunya diatas 55 derajat Celcius, lakukan penggembosan udara ( oksigen) dengan cara memutar aerator ( exhaust fan) yang ada disisi alat mesin ini. Hingga hari ke 3 sampai ke 5, reaksi dekomposisi tersebut akan terjadi dengan tanda-tanda tabung (tube) komposter panas ( hingga 70 derajat Celcius) serta keluarnya sedikit uap, dan lakukan penggembosan udara - melalui pemutaran exhaust fan- setiap kali sebelum suhu udara melewati 55 derajat celcius. Pada hari ke 5 sampai ke 7 jika diukur suhunya sudah dibawah 30 derajat C atau dianggap sudah dingin, keluarkan bahan kompos dari dalam komposter dan simpan di tempat teduh serta tutup dengan karung kemasan ( PE) untuk diangin-anginkan, dapat juga dimasukan dalam karung PE dan ditumpuk di tempat yang teduh. Sekitar 7 hari kemudian, bahan kompos akan kering dan gembur. Ayak hingga terpisahkan antara butir lolos mess 100 dengan bahan ukuran besar. Gundukan butiran kecil masukan kedalam kemasan sesuai yang direncanakan. Kini anda memiliki kompos buatan anda sendiri untuk siap dijual maupun langsung digunakan bagi tanaman pekarangan anda.   

      Komposter Rotary Klin bisa dioperasikan secara komersil sebagai Instalasi Pengolahan Kompos Kota ( IPKK) pada Tempat Pembuangan Sampah Sementara ( TPS), pasar induk, lingkungan perumahan, kelurahan dan kawasan komersial ( mall, perkantoran, area kantin pabrik, hotel, restoran) atau bisa juga dipindah sesuai keperluan (mobile). IPKK dengan alat mesin Komposter Rotary Kiln ini akan memberi pendapatan bagi siapapun yang ingin memanfaatkan sampah kota di sekitar tempat tinggalnya seperti pensiunan, perusahaan, hotel, restaurant, koperasi karyawan, koperasi pasar, pengusaha UKM dan siapapun yang berminat melakukan usaha kompos dengan memanfaatkan sampah kota khususnya. Petugas yang dibutuhkan cukup 1 ( satu) orang untuk memproses bahan, monitoring suhu, membalik bahan dalam komposter, mengayak serta mengemas kompos.
2. TEMPAT PEMBUANGAN SAMPAH
2.1 Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) ialah tempat untuk menimbun sampah dan merupakan bentuk tertua perlakuan sampah. TPA dapat berbentuk tempat pembuangan dalam (di mana pembuang sampah membawa sampah di tempat produksi) begitupun tempat yang digunakan oleh produsen. Dahulu, TPA merupakan cara paling umum untuk limbah buangan terorganisir dan tetap begitu di sejumlah tempat di dunia. Sejumlah dampak negatif dapat ditimbulkan dari keberadaan TPA. Dampak tersebut bisa beragam: musibah fatal (mis., burung bangkai yang terkubur di bawah timbunan sampah); kerusakan infrastruktur (mis., kerusakan ke akses jalan oleh kendaraan berat); pencemaran lingkungan setempat (seperti pencemaran air tanah oleh kebocoran dan pencemaran tanah sisa selama pemakaian TPA, begitupun setelah penutupan TPA); pelepasan gas metana yang disebabkan oleh pembusukan sampah organik (metana adalah gas rumah kaca yang berkali-kali lebih potensial daripada karbon dioksida, dan dapat membahayakan penduduk suatu tempat); melindungi pembawa penyakit seperti tikus dan lalat, khususnya dari TPA yang dioperasikan secara salah, yang umum di Dunia Ketiga; jejas pada margasatwa; dan gangguan sederhana (mis., debu, bau busuk, kutu, atau polusi suara
2.2 Kriteria penentuan lokasi pembuangan sampah
Penentuan tempat akhir pembuangan (TPA) sampah harus mengikuti persyaratan dan  ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah melalui SNI nomor 03-3241-1994 tentang tata cara pemilihan lokasi TPA sampah. Kriteria penentuan lokasi TPA sampah sudah pernah dikaji oleh tim peneliti dari Kelompok Keilmuan Inderaja dan SIG serta peneliti dari Pusat Penginderaan Jauh ITB dengan rekan-rekan dari Teknik Lingkungan ITB untuk studi kasus cekungan Bandung.
Persyaratan didirikannya suatu TPA ialah bahwa pemilihan lokasi TPA sampah harus mengikuti persyaratan hukum, ketentuan perundang-undangan mengenai pengelolaan lingkungan hidup, analisis mengenai dampak lingkungan, ketertiban umum, kebersihan kota / lingkungan, peraturan daerah tentang pengelolaan sampah dan perencanaan dan tata ruang kota serta peraturan-peraturan pelaksanaannya.
Adapun ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi untuk menentukan lokasi TPA ialah sebagai berikut (SNI nomor 03-3241-1994 ) :
 1. Ketentuan Umum
Pemilihan lokasi TPA sampah harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1.      TPA sampah tidak boleh berlokasi di danau, sungai, dan laut.
2.      Penentuan lokasi TPA disusun berdasarkan 3 tahapan yaitu :
a.       Tahap regional yang merupakan tahapan untuk menghasilkan peta yang berisi daerah atau tempat dalam wilayah tersebut yang terbagi menjadi beberapa zona kelayakan.
b.       Tahap penyisih yang merupakan tahapan untuk menghasilkan satu atau dua lokasi terbaik diantara beberapa lokasi yang dipilih dari zona-zona kelayakan pada tahap regional.
c.        Tahap penetapan yang merupakan tahap penentuan lokasi terpilih oleh instansi yang berwenang.
3.  Jika dalam suatu wilayah belum bisa memenuhi tahap regional, pemilihan lokasi TPA sampah ditentukan berdasarkan skema pemilihan lokasi TPA sampah. 
2. Kriteria
Kriteria pemilihan lokasi TPA sampah dibagi menjadi tiga bagian :
a. Kriteria regional, yaitu kriteria yang digunakan untuk menentukan zona layak atau tidak layak sebagai berikut :
1.  Kondisi geologi
a. tidak berlokasi di zona holocene fault.
b.      tidak boleh di zona bahaya geologi.
2. Kondisi hidrogeologi
a.      tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dari 3 meter.
b.      tidak boleh kelulusan tanah lebih besar dari 10-6 cm / det.
c.      jarak terhadap sumber air minum harus lebih besar dari 100 meter di     
hilir aliran. dalam hal tidak ada zona yang memenuffi kriteria-kriteria    tersebut diatas, maka harus diadakan masuJkan teknologi.
3.  Kemiringan zona harus kurang dari 20%.
4.  Jarak dari lapangan terbang harus lebih besar dari 3.000 meter untuk penerbangan turbojet dan harus lebih besar dari 1.500 meter untuk jenis lain
5.  Tidak boleh pada daerah lindung / cagar alam dan daerah banjir dengan periode ulang 25 tahun
b. Kriteria penyisih, yaitu kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi terbaik yaitu terdiri dari kriteria regional ditambah dengan kriteria berikut :
1. Iklim
a) hujan intensitas hujan makin kecil dinilai makin baik
b) angin : arah angin dominan tidak menuju ke pemukiman dinilai makin baik
2. Utilitas : tersedia lebih lengkap dinilai lebih baik
3. Lingkungan biologis :
a) habitat : kurang bervariasi dinilai makin baik
b) daya dukung : kurang menunjang kehidupan flora dan fauna, dinilai makin baik
4. Kondisi tanah
a) produktivitas tanah : tidak produktif dinilai lebih tinggi
b) kapasitas dan umur : dapat menampung lahan lebih banyak dan lebih lama dinilai lebih baik
c) ketersediaan tanah penutup : mempunyai tanah penutup yang cukup dinilai lebih baik
d) status tanah : makin bervariasi dinilai tidak baik
5. Demografi : kepadatan penduduk lebih rendah dinilai makin baik
6. Batas administrasi : dalam batas administrasi dinilai makin baik
7. Kebisingan : semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik
    Bau : semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik
9. Estetika : semakin tidak terlihat dari luar dinilai makin baik
10. Ekonomi : semakin kecil biaya satuan pengelolaan sampah (per m3 / ton)    
     dinilai semakin baik.

c.  Kriteria penetapan, yaitu kriteria yang digunakan oleh instansi yang berwnang untuk menyetujui dan menetapkan lokasi terpilih sesuai dengan kebijaksanaan instansi yang berwenang setempat dan ketentuan yang berlaku.
B. Anggapan Sementara
1. Sampah Kota Metro paling banyak bersumber dari limbah pasar tradisional/ pasar
    sayur.
2. Sampah yang ada dikelola terlebih dahulu agar tidak membahayakan lngkungan.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Teknik Pengambilan Data
Teknik pengambilan data yang digunakan pada penelitian ini adalah pengamatan langsung, yang dilakukan dengan mendatangi  langsung tempat UPTD TPSA di Desa Karangrejo 23 Metro Utara.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu         : Penelitian ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 11 April 2010 pukul 15.20 sampai 17.05 WIB.

2. Tempat        : Penelitian ini dilaksanakan di Tempat Pembuangga Akhir ( TPA ) Desa Karangrejo 23 B Kecamatan Metro Utara.      
C. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat – alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini diantaranya :
  1. Alat tulis
  2. Kamera Digital
  3. Alat perekam suara ( jika diperlukan )
2. Bahan
Bahan yang diperlukan pada penelitian ini adalah Tempat Pembuangan Sanmpah Akhir ( TPA ) 23 Karangrejo.
D. Prosedur Penelitian
Peneleti datang ke Tempat Pembuangan Akhir ( TPA ) Karangrejo untuk melakukan pengamatan :
  1. Jumlah mobil pengangkut sampah yang beroprasi.
  2. Jumlah sampah dalam satu mobil pengangkut sampah
  3. Volume sampah yang masuk TPA Karangreejo selama satu hari
  4. Jenis – jenis sampah yang ada di TPA Karangrejo
E. Data Hasil
1. Sejarah Singkat UPTD TPSA Karangrejo
            Menurut penuturan Bapak Sangat seorang petugas di lingkungan UPTD TPSA bahwa UPTD TPSA Karangrejo berdiri diatas tanah seluas 9,5 ha, yang diperoleh melalui pembebasan lahan. UPTD TPSA Karangrejo berdiri sejak tahun 90an dan pada mulanya memang dipruntukan sebagai tempat pengelolaan sampah Kota Metro.
2. Sarana dan Prasarana
UPTD TPSA Karangrejo memiliki sarana pendukung diantaranya :
  1. 1 buah kantor para petugas UPTD TPSA
  2. 1 buah rumah jaga untuk petugas keamanan
  3. 1 buah pos satpam
  4. 2 buah alat berat yang terdiri dari 1 buah eskafator dan satu buah buldoser
  5. 1 buah lubang penampungan sampah dengan ukuran kira – kira 100 m X 100 m.
  6. 2 buah kolam penampungan air sampah dengan ukuran masing – masing 20 X 50 m.
  7. 1 buah sumur pantau
3. Volume Sampah
Pada tiah harinya rata – rata ada 7 – 9 mobil pengangkut sampah yang beroprasi memuat sampah dari berbagai tempat di Kota Metro ke UPTD TPSA. Umumnya sampah berupa sampah organik yang umumnya sisa sayuran yang berasal dari pasar tradisional/ pasar sayur Kota Metro.
4. Proses Pengelolaan Sampah
UPTD TPSA Karangrejo melakukan berbagai tahapan/proses dalam mengelola sammpah yanng ada di UPTD TPSA. Proses – proses tersebut diantaranya :
1. Sanpah yag ada di Kota Metro dikumpulkan dan diangkut dengan truk sampah
    untuk kemudian dibawa ke UPTD TPSA.
2. Setibanya di UPTD TPSA sampah tersebut akan langsung dimasukkan ke bak
    penampungan sampah utama, bersamaan dengan hal itu para pemulung sampah
    akan memilah sampah – sampah yang menurut mereka masih bernilai.
3. Pada permukaan bak penampungan sampah utama terdapat pipa paraln besar
    dengan diameter kira- kira 20 cm sebanyak 2 buah yang berguna untuk
    mengalirkan air rembesan dari sampah – sampah yang membusuk/terurai.
4. Pada bak penampungan sampah utama terdapat pipa paralon dengan posisi  
    berdiri tegak dengan tujuan untuk menyalurkan gas – gas yang terbentuk dari
    proses pembuuskan sampah, jarak antar pipa paralon ini 20 X 20 M.
5. Air rembesan sapah dari nbak utama akan dialirkan melalui pipa paralon ke
    lubang air satu. Secara otomatis jika air rembesan pada lubang air satu teklh
    penuh akan langsung mengalir ke kolam penampungan air ke-1.
6. Dari kolam penampungan air ke-1 air akan dialirkan ke lubang air dua, secara
    otomatis jka air pada lubang air dua telah penuh akan langsung dialirkan ke
    kolam penampungan air ke-2.
7. Dari kolam penampungan air ke-2 air akan dialirkan ke saluran irigasi dan
    selanjutnya akan menuju ke kali/sungai, namun terlebih dahulu air pada kolam
    penampungan ke-2 ini di tes terlebih dahulu kandungannya apakah sudah aman
    untuk dialirkan ke sungai, pengetesan di lakukan di sumur pantao yang terletak
    bersebelhan dengan kolam penampungan air ke-2. setelah air benar – benar
    aman barulah air akan disalurkan ke sungai.
8. Mengenai sampah yang telah membusuk ataupun belum membusuk ( sampah
    non organik ), akan tetap diletakkan di bak penampungan utama, apabila bak
    penampungan utama telah penuh maka akan dibuat bak penampungan lain. Bak
    penampungan utama yang telah penuh akan dikondisikan agar menjadi lahan
    sebagaimana sebelumnya agar nantinya dapat digunakan kembali.
F. Analisis Data dan Pembahasan
1. Pada setiap harinya rata – rata ada 7 truk sampah yang beroprasi mengabgkut sampah dari berbagai tempat di Koata Metro ke UPTD TPSA. Tidak dapat dipastikan berapa volume sampah dari masing – masing truk karena sampah yang berbagai macam mempunyai volume yang bebeda pula.
2. Adanya para pemulung sampah di TPSA cukup membantu untuk sedikit mengurangi volume/keberadaan sampah, karea mereka memilah sampah – sampah yang masih mempunyai nilai ekonomis.
3. UPTD TPSA melakukan prosedur pengelolaan samph yang banar memperhatikan lingkungan.
4. Keberadaan sumur pantao sangat penting kaitannya untuk melakukan pemantauan limbah UPTD TPSA.
5. UPTD TPSA mempunyai peranan yang penting dan mutlak bagi kelangsungan masyarakat Kota Metro, bisa dibayangkan apabila sebuah daerah tidak mempunyai unit yang mengelola sampah.










BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah kami melakukan penelitian/ observasi ke UPTD TPSA Karabfrejo kami menarik beberapa kesimpulan diantaranya:
1. Sampah yang ada di suatu daerah harus dikelola dengan benar agar tidak
    menimbulkan masalah yang lebih besar dikemudian hari.
2. Pemerintah kota dalam hal ini UPTD TPSA melakukan penanganan yang tepat
    dan berkelanjutan dalam mengelola sampah serta, menganggarkan dana pada
    RAPBD kaitannya untuk keberlansungan mengelola sampah.
3. Sampah yang merupakan barang yang tidak berharga jika berada pada kondisi
        dan tempat yang berbeda akan berubah menjadi sebuah ladang ekonomi bagi
        orang lain. 
B. PENUTUP
            Allhamdullilah puji syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan taufik serta hidayah-Nya. Sehingga tim penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian. Laporan penelitian ini masih memiliki banyak kesalahan dan  kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar terciptanya laporan penelitian yang lebih baik dan dapat bermanfaat bagi pembaca. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan karya tulis ini.

DAFTAR PUSTAKA
Agung Suprihatin, S. Pd; Ir. Dwi Prihanto; Dr. Michel Gelbert. 1996. Pengelolaan                 Sampah. Malang : PPPGT / VEDC Malang
Ary Nilandari. 2006. Aku Bisa Menghemat Listrik. Jakarta : Dian Rakyat.
Atasi Defisit Energi Listrik, Indonesia Bisa Gunakan Biomass Sampah Sumber : Media Indonesia (14 Januari 2004).

 (Tandjung, Dr. M.Sc., 1982) “Sampah adalah sumberdaya yang tidak siap pakai.” (Radyastuti, W. Prof. Ir, 1996).
DKI Perlu Modernisasi Pengolahan Sampah (Republika edisi 18 Agustus 2004),
Sampah Dapat Hasilkan Energi Listrik
(www.energi.lipi.go.id edisi 6 Desember 2004 )